bancintkka.blogspot.com

Selasa, 11 September 2012

PERPUSTAKAAN SEBAGAI SARANA INFORMASI YANG TEPAT BAGI MASYARAKAT

PERPUSTAKAAN SEBAGAI SARANA INFORMASI YANG 
TEPAT BAGI MASYARAKAT
OLEH TKKA BANCIN
 A. PENGERTIAN PERPUSTAKAAN
     Perpustakaan yang kata dasarnya adalah pustaka, yang artinya pada kamus umum Bahasa Indonesia adalah kitab atau buku. Dalam bahasa inggris pembaca tentunya mengenal library. Istilah ini berasal dari bahasa latin liber atau libri yang artinya buku. Dari kata latin itu terbentuklah istilah librarius yang artinya tentang buku. Dalam bahasa asing lainnya seperti Belanda perpustakaan disebut juga Bibliotheek, jerman Bibliothek, perancis Biblioteque, dll. Semua istilah itu berasal dari biblia dari bahasa Yunani yang artinya tentang buku atau kitab. Dengan demikian tidaklah aneh bila dalam semua bahasa istilah perpustakaan, library & bibliotheek selalu dikaitkan dengan buku atau kitab. Dengan demikian perpustakaan adalah, batasan perpustakaan, sebuah ruangan, bagian sebuah gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan terbitan buku ataupun lainnya  yang biasanya disimpan menurut susunan tertentu untuk digunakan pembaca buku bukan untuk dijual apalagi mencari keuntungan. Defenisi diatas menyatakan bahwa koleksi untuk pembaca bukan untuk dijual. Defenisi ini menunjukan berbeda dengan toko buku. Bila toko buku menyusun bukunya untuk dijual dengan tujuan utamanya mencari untung lain halnya dengan perpustakaan bertujuan mendayagunakan koleksinya untuk pembaca (Masyarakat).

B. PRINSIP KEPUSTAKAWANAN
     Bila kita mengkaji pada perjalanan perpustakaan yang berlangsung hampir 5000 tahun itu, beberapa prinsip kepustakawanan dapat ditarik dari perjalanannya yang panjang itu. Adapun prinsip kepustakawanan itu adalah sebagai berikut :

1. Perpustakaan Diciptakan Oleh Masyarakat
     Sejak zaman dahulu  hingga sekarang tujuan perpustakaan selalu identik dengan tujuan masyarakat. Hal ini terjadi karena perpustakaan merupakan hasil ciptaan dari masyarakat, bukan sebaliknya. Sebagai contoh, raja Ashurbanipal dari Babylonia mendirikan perpustakaan yang besar di kota Nivedehsekita tahun 600 SM. Perpustakaan tersebut tidak saja berfungsi sebagai tempat penyimpanan hasil seni dan pengetahuan masyarakat Babylonia tetapi juga bertugas menyebarkannya kepada masyrakat. Di kawasan lain Ptolemues soter dari mesir yang berkuasa antara Tahun 323-285 SM membangun perpustakaan Alexsandri, yang menjadi pusat intelektual selama hampir 9 abad. Pada abad pertengahan , perpustakaan yang terbesar di Eropa didirikan oleh gereja. Menginjak abad ke 20, perpustakaan umum didirikan oleh berbagai pemerintah. Pembangunan perpustakaan umum ini bukan hanya terbatas pada golongan atas saja sebagai mana yang terjadi pada abad-abad yang sebelumnya, melainkan juga pada golongan mengan dan bawah. Sepanjang sejarah perpustakaan selalu membantu penyebar luasan pendidikan dengan cara menyediakan kemudah belajar.
     Hubungan yang erat anatra masyarakat dengan perpustakaan juga nampak pada gedung perpustakaan. Perpustakaan dianggap pranata penting seghingga orang-orang pada jaman dahulu selalu menempatkan perpustakaa dikuil, istana, biara, atau katedral serta tempat lain yang dianggap penting. Hal tersebut mencerminkan perpustakaan sebahai hasil karya cipta masyarakat.

2. Perpustakaan Dipelihara Masyarakat
     Karena perpustakaan diciptakan masyarakat, masyarakat pun berusaha memelihara hasil karyanya. Hal ini nyata dalam sejarah perpustakaan, gangguan perpustakaan lebih banyak dari luar perpustakaan, Misalnya dari Revolusi, gejolak politik, maupun pertentangan agama. Sebagai contioh perintah pembakaran buku, sebagai koleksi utama perpustakaan, telah ada sejak zaman dahulu. Misalnya tahun 212 SM Kaisar Shih Huang-ti, pendiri dinasti ch'in, memerintahkan membakar semua buku kecuali buku pertanian, agama, dan kedokteran. Ternyata tidak semua rakyat mematuhi perintah tersebut karena beberapa buku yang disembunyikan kelak akan menjadi koleksi perpustakaan berikutnya. Perpustakaan Alexsandria yang didirikan oleh ptolemeus terbakar semasa pemerintahan Julius Kaisar.
     Pada awal perkembangan agama kristen, orang orang Roma yang menyembah Kaisar sebagai dewa membakar buku tentang agama kristen. Sebaliknya orang yang menganut agama kristen membakar buku penyembah berhala. Pada tahun 1930-an kita menyaksikan pembakaran buku karangan orang yahudi oleh Hitler. Di indonesia, pada tahun 1960-an terjadi pembakaran oleh PKI terhadap majalah dan buku yang dianggap neokolonialisme dan imprealisme maupun karya pengarang yang tergabung dalam kelompok manifesto kebudayaan.
     Jadi sepanjang sejarah selalu ada usaha untuk menghancurkan buku yang diperpustakaan. Sebaliknya masyarakatpun selalu berusaha mengamankan perpustakaan. Dalam berbagai gejolak sosial dan revolusi, keberadaan perpustakaan selalu tidak dilupakan masyarakat. Semasa puncak revolusi Perancis, semua perpustakaan milik lembaga keagamaan disita, kemudian berbagai koleksinya ditempatkan diberbagai pusat penyimpanan yang tersebar di seluruh Perancis. Semuanya itu mempunyai hikmah karena beberapa tahun kemudian setelah revolusi berkhir, buku sitaan dijadiakn cikal bakal perpustakaan Nasional Perancis. Di Indonesia semasa pendudukan Jepang 1942-1945 tindakan pertama bala tentara Jepang adalah mengamankan koleksi Bataviaasch Genootschap van kunsten en Wetenschap di batavia (kini Jakarta). Koleksi ini kelak akan menjadi inti perpustakaan Repoblik Indonesia. Sebelum itu ketika Majapahit runtuh, bangsawan maupun biarawan menyelamatkan berbagai naskah kuno ketempat lain.

3. Perpustakaan dimaksudkan untuk Menyimpan dan Memencarkan Ilmu Pengetahuan
      Tatkala Raja Ashurbanipal membangun perpustakaan di Nivedeh, Raja sadar bahwa sebenarnya ia membangun sebuah gedung untuk menyimpan buku tentang keagamaan, sejarah, geografi, hukum, serta karya lainnya yang di ketahui terbit semasa itu. Ia menyatakan perpustakaan terbuka untuk semua kawulanya.
     Perpustakaan alexandria didirikan bukan saja untuk menyimpan berbagai pengetahuan, melainkan juga untuk menyebarkan ilmu pengetahuan. Karena sifat keterbukaannya, perpustakaan alexandria dikunjungi banyak ilmuan dari sekitar laut tengah. Selama hampir 900 Tahun, perpustakaan alexandria menjadi mercusuar yang memerlukan informasi berbagai ilmu pengetahuan.
    Pada abad menengah prinsip kepustakawanan yang ketiga ini tetap dianut walaupun tekanan kepustakawanan lebih banyak ditujukan pada penyimpanan daripada penyebaran buku. Prinsip penyimpanan (storage) waktu itu malahan lebih mengarah ke "pengawetan" (konservation ) artinya disimpan sebagai koleksi. Prinsip pengawetan tersebut demikian kuat sehingga timbul ungkapan bahwa sebua perpustakaan biara tanpa buku ibarat benteng tanpa senjata. hal ini di ungkapkan dalam kalimat Claustrum sine armario, claustrum sine armamentario.
     Prinsip kepustakawanan yang ke tiga tersebut tetap di pegang teguh hingga sekarang. Perpustakaan bertugas menyimpan buku dan menyebarkan ilmu pengetahuan. Sebagai contoh, berbagai perpustakaan nasional yang ada diberbagai negara telah di kunjungi jutaan pengunjung termasuk negarawan, sastrawan, ilmuwan maupun pengunjung awam lainnya.
    Sepanjang sejarah manusia, perpustakaan merupakan satu satunya pranata ciptaan manusia tempat manusia dapat menemukan kembali informasi yang permanen serta luas ruang lingkupnya. masyarakat selalu mengatakan bahwa perpustakaan mempunyai efek sosial, ekonomi, politik, dan edukatif. karena imbas tersebut, timbul kontrak efek berupa perusakan dan pembakaran perpustakaan. Hal yang di sebut terakhir ini terjadi juga dalam sejarah manusia. Bila perpustakaan hanya berpungsi sebagai tempat menyimpan buku, bukannya juga menyebarkan ilmu pengetahuan maka pengaruhnya tidak akan sedramatis seperti yang kita saksikan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Bila ilmu pemgetahuan hanya disimpan tidak disebarluaskan maka ilmu pengetahuan akan mandek. Ilmu itu mungkin akan tumbuh lagi kemudian, namun hal tersebut memerlukan waktu yang lama pengorbanan waktu tenaga, dan uang. Ibaratnya kita tidak perlu menemukan roda lagi. Karena itu  ilmu yang disimpan dalam wujud buku harus disebarluaskan. Contoh khas terjadi pada kemampuan operasi badan otak pada mesir kuno. Kemampuan ini hanya dikuasai oleh segelintir ahli yang terkungkung dalam tembok kuil, tidak disebarkan malahan dirahasiakan. Al hasil kemampuan itu bukannya berkembangjustru membeku akhirnya dirintis lagi oleh orang eropa pada abad ke-18.

4. Perpustakaan Merupakan Pusat Kekuatan
     " Nam et ipsa scentia potestas est " kata Roger Bacon ilmuwan ulung abad menengah. Dengan kata lain ilmu pengetahuan adalah kekuatan. Karena perpustakaan merupakan gudang ilmu pengetahuan maka perpustakaan pun merupakan kekuatan. Hal ini dapat dilihat dalam perjalanan sejarah. Pada jaman purba, perpustakaan secara fisik ditempatkan dikuil atau istana, diletakan berdampingan dengan kekuatan spritual dan fisik. Penyimpanan dipusat kekuasaan menunjukan bahwa perpustakaan merupakan pusat kekuatan. Ini berdasarkan analogi bahwa perpustakaan merupakan tempat penyimpanan rekaman ilmu pengetahuan, sedangkan ilmu pengetahuan merupakan kekuatan. Hal ini kita kenal dengan ungkapan bahasa inggris knowledge is power. Kelak ungkapan ini berganti menjadi informasi adalah kekuatan.
     Karena penyimpanan buku diistana ataupun kuil, pustawan jaman purba umumnya berasal dari lapisan masyrakat atas yang menduduki jabatan politik ataupun jabatan keagamaan yang tinggi. Pada abad menengah dieropa (sekitar tahun 1100-1500), perpustakaan merupakan bagian yang tinggi terpisahkan dari gereja karena adanya ketentuan setiap uskup harus memiliki perpustakaan pada jaman modrn terutama dinegara maju perpustakaan selalu ditempatkan digedung yang megah bahkan acapkali tidak jauh dari pusat kekuasaan misalnya, perpustakaan sebesar library of congress ditempatkan di gedung Capitol, pusat Congres amerika. Demikian pula perpustakaan negara Lenin ditempatkan tidak jauh dari Kremlin Pusat kekuasan Uni Soviet.

5. Perpustakaan Terbuka Untuk Semua Orang
     Sejak zaman raja ashurbanipal, perpustakaan dinyatakan terbuka untuk semua kaula kerajaan. Pada zaman yunani penguasa Athena bernama peisistratus (sekitar tahun 600-528 SM) serta kaisar Agustus (63 SM-14 SM) dari kerajaan Romawi membuka perpustakaan yang terbuka untuk umum malahan seorang ilmuwan Roma bernama Plinius menyatakan Igenia hominum rem publica artinya menjadikan bakat manusia untuk kekuatan mental sebagai milik umum. Kedua kekuatan itu dituangkan dalam bentuk buku yang disimpan diperpustakaan.
    Pada zaman modern prinsip perpustakaan terbuka untuk umum baru berkembang mulai dibukanya perpustakaan. Ini baru terjadi sekitar abad ke-19. Karena prinsip terbuka bagi umum ini, Unesco (United Nations Educational Scientific and Cultural Organization) mengeluarkan Manifesto perpustakaan umum pada tahun 1973 (diperbaharui) yang menyatakan bahwa perpustakaan umum harus terbuka bagi semua anggota masyarakat dengan tidak memandang perbedaan usia kelamin pekerjaan, usia, keyakinan, warna kulit maupun agama. 

6. Perpustakaan Harus Berkembang
     Walaupun perpustakaan dimulai dengan koleksi terbatas, perpustakaan harus berkembang  walaupun laju pertumbuhan tidak selalu sama. Perpustakaan harus berkembang karena pemakai perpustakaan menghendaki perkembangan koleksi yang mampu mengikuti kemajuan ulmu pengetahuan. Bila koleksi perpustakaan tidak berkembang perpustakaan akan ditinggalkan pembacanya. Hal ini terjadi juga di Indonesia tatkala awal tahun 1960-an. Banyak perpustakaan umum tidak pernah di kunjungi anggotanya karena koleksinya tidak bertambah, malahan menyusut.
     Contoh nyata prinsip ini pada perpustakaan nasional hampir semua perpustakaan nasional harus membangun gedung tambahan untuk menampung koleksi yang makin bertambah.

7. Perpustakaan Nasional Harus Berisi Semua Literatur Nasional dari Negara yang Bersangkutan di Tambah Literatur Nasional Negara Lainnya yang Berkaitan
     Literatur disini artinya buku dalam arti luas. Kalau kita melihat kebelakang perpustakaan Nineveh mengumpulkan semua karya Assyria seperti tes keagamaan, doa, mantra, upacara, materi sejarah, pemerintahan, geografi, hukum, legenda, mitologi, astronomi, astrologi, biologi, matematika, kedokteran, sejarah alam, bahkan juga daftar pembayaran pajak! jadi, perpustakaan nasional mengumpulkan semua buku yang diterbitkan dinegara yang bersangkutan. Untuk melaksanakan hal tersebut biasanya dikeluarkan UU Deposit yaitu undang-undang yang mewajibkan penerbit dan pencetak mengirimkan contoh terbitannya keperpustakaan yang ditunjuk oleh undang-undang tersebut. Demikian pula terbitan asing yang menyangkut negara yang bersangkutan juga disimpan. Untuk memperoleh terbitan asing biasanya dilakukan dengan cara pembelian ataupun tukar menukar. Berdasarkan prinsip ke-7 ini, maka perpustakaan Nasional indonesia mengumpulkan semua buku terbitan indonesia hingga sekarang ditambah dengan buku "mengenai" Indonesia. 

8. Setiap Buku Pasti Ada Manfaatnya
    Prinsip ini masih sah hingga saat ini berdasarkan dua fakta sejarah. Pertama, selama hampir 500 tahun sejarah perpustakaan, pustakawanan, maupun ilmuwan membuktikan bahwa apa pun jenis buku ataupun judul buku bila buku itu lenyab dari peredaran kemudian ditemukan lagi, pasti buku tersebut amat dihargai. Dalam sejarah, terbukti banyak buklu yang dilarang beredar ataupun dibakar oleh penguasa, kemudian bila diketemukan dinggap sebagai buku langka dan berharga. Misalnya buku Analects karya Confucius pernah dibakar, namun beberapa diantaranya lolos dari pembakaran. Ketika buku tersebut ditemukan lagi maka ilmuwan maupun pustakawanan amat menghargai buku tersebut, terlepas dari jenis maupun judulnya. 
     Fakta ke-2 menunjukkan bahwa bahwa sebuah buku, betapapun jelek isinya ataupun betapa banyaknya kritik yang dilontarkan terhadapnya, pada suatu saat buku tersebut akan dicari dan digunakan seorang pembaca. Dalam hal ini, perpustakaan Nasional berfungsi sebagai gudang ilmu pengetahuan, tidak saja menyimpan literatur monumental, tetapi juga menyimpan buku yang dianggap kurang penting (lazim disebut ephemera).  Sebuah buku, apa pun isinya maupun kecilnya sumbangannya terhadap ilmu pengetahuan, merupakan bagian sejarah nasional karena itu sebagai dokumen sejarah, buku tersebut harus disimpan oleh perpustakaan nasional.

9. Seorang Pustakawan Haruslah Orang yang Berpendidikan
     Pustakawan pada zaman Mesir Kuno adalah orang berpendidikan tinggi demikian pula Babylonia dan Assyria. Pada zaman Roma perpustakaan umum diurus oleh tenaga yang bertindak atas nama Kaisar. Pengurus perpustakaan umum zaman Romawi disebut Procurator Bibliothecarum  (petugas perpustakaan), biasanya seorang ilmuwan. Pustakawan masa lalu yang terkenal dalam sejarah kepustakawanan seperti Edward Edwards, Antonia Panizzi (keduanya dari inggris) dan Melvil Dewey (AS) adalah pernah mengenyam pendidikan tinggi. Jabatan pustakawan pada Library of Congress (AS) berdasarkan undang-undang diberikan kepada ilmuwan ataupun budayawan. Perpustakaan berkembang pesat semasa kepemimpinan  Archibald Machleis, penyair Amerika yang terkenal salah satu puisinya yang berjudul The Young Dead Soldier sering kali yang dikaitkan dengan ciptaan Chairil Anwar berjudul  Kerawang Bekasi.

10. Seorang Pustakawan adalah Seorang Pendidik
     Bila seorang pustakawan ingin memperoleh kemajuan dalam bidang tugasnya pustakawan harus bertindak selalu agen modernisasi dalam bidangnya. Pustakawan harus menjadikan perpustakaannya sebagai sarana belajar bagi pembacanya dengan kata lain, mengembangkan perpustakaan sebagai lembaga pendidikan non formal bagi masyarakat sekitarnya. Dengan tindakan demikian maka seorang pustakawan pada hakekatnya juga seorang pendidik. Karena sifatnya yang mendidik dan memberikan layanan kepada umum, seorang pustakawan tidak akan dapat menjadi kaya atau terkenal hanya dari perpustakaan maupun tugas kepustakawanannya. Fungsi pustakawan sebagai pendidik nampak menonjol pada perpustakaan umum dibandingkan dengan perpustakaan lainnya.

11. Peranan Seorang Pustakawan akan Menjadi Penting bila Perannya Dipadukan dalam Sistem Sosial Politik yang Berlaku di Sekitarnya.
      Prinsip keempat menyatakan bahwa perpustakaan merupakan sumber kekuatan. Prinsip itu menyatakan bahwa yang menjadi sumber kekuatan sebenarnya adalah buku, bukan si pustakawan karena pustakawan tidak memegang peranan penting dalam percaturan kekuasaan. Pranana pustakawan pada zaman Mesir Kuno, Babylonia, dan Assyria amat besar karena jabatan pustakawan di gabungkan dengan jabatan politik. Prinsip ke sebelas berlaku bila kegiatan perpustakaan di padukan degan sistem sosial politik sehingga perpustakaan mampu memberikan sumbagan ke semua sektor kehidupan. Dengan cara demikian, perpustakaan mempunyai  daya tarik dan manfaat bagi masyarakat, terutama bagi anggota masyarakat yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal, bagi mereka yang terdidik dan setengah terdidik, serta anggota masyarakat yang telah meninggalkan bangku sekolah.

12. Untuk Menjadi Pustakawan Diperlukan Latihan dan Keahlian
     Persyaratan pendidikan dan latihan telah ada sejak jaman purba namun persyaratan tersebut berbeda dari zaman ke zaman misalnya syarat pustakawanan Babylonia dan Assyria  haruslah tamatan sekolah ahli menulis. Seusai pendidikan, sicalon pustakawan harus magang diperpustakaan selama beberapa tahun. Selama magang sicalon perpustakaan diwajibkan pula bahasa asing.
     Prinsip perlunya pendidikan dan latihan ini diperbaharui lagi pada abad ke-19 dan abad ke-20. Melvil Dewey (pencipta bagan klasifikasi desimal dewey) menganggap perlu adanya pendidikan formal bagi pustakawan. Ia kemudian mendirikan sekolah perpustakaan (library school) di Columbia University pada tahun 1876. Pola ini kemudian ditiru dimana mana. Dalam pendidikan formal lazimnya disisipkan pula praktek kerja, tidak lain dari bagian magang sebuah profesi.

13. Adalah Tugas Pustakawan Untuk Menambah Koleksi Perpustakaan
     Prinsip ini telah ada sejak zaman Mesir Kuno. Misalnya Pustakawan perpustakaan Alexandria yang bernama Demetrios dari Valeron tercetak sebagai sebagai pustakawan yang berusaha keras menambah koleksi perpustakaannya. Ia berusaha menambah koleksi perpustakaannya dengan buku yang berasal dari seluruh buku penjuru dunia, walaupun dunia pada masa demetrios tidakkah seluas pengertian sekarang  Bila Demetrios mendegar atau mengetahui ada buku yang layak di jadikan koleksi perpustakaan, dia akan menyuruh bawahannya membeli buku tersebut. Dalam waktu kurang dari 12 tahun, Demetrios berhasil mengumpulkan 200.000 gulungan naskah.
     Raja Ashurbanipal menyuruh bawahannya mengumpulkan rekaman tertulis untuk koleksi perpustakaan Nineveh. Ia berhasil mengumpulkan 30.000 lempeng tanah liat. Prinsip ke-13 ini  di teruskan juga oleh berbagai perpustakaan biara pada abad menengah. Bahkan ada contoh ekstrem, di beberapa perpustakaan, buku di rantai ke tembok agar tidak tercuri. Jadi, pustakawan di samping berusaha menambah buku.dia juga harus memperhatikan bahwa buku yang sudah di perolehnya di gunakan ataupun tidak hilang.
     Pada abad ke-20, prinsip ini di wujudkan dalam bentuk pengembangan koleksi yang spektakuler. Sebagai contoh, kini sudah mulai banyak perpustakaan perguruan tinggi yang memiliki koleksi di atas satu juta buku, padahal abad ke-19 hanya ada lima perpustakaan yang memiliki koleksi lebih dari satu juta buku.

14. Karena Perpustakaan Merupakan Gudang Ilmu Pengetahuan maka Koleksi Perpustakaan Harus Disusun Menurut Subjek
     Prinsip ini nyata sekali pada klasifikasi koleksi perpustakaan modern seperti klasifikasi desimal dewey, library of congress maupun Universal Dicimal Classifikation. Semuanya disusun menurut subjek. Ketiga bagan klasifikasi tersebut banyak dipakai perpustakaan sudah tentu ada bagan klasifikasi lain serta dalam sejarah ada pula bagan klasifikasi sebelumnya. Misalnya pada perpustakaan Nineveh setiap ruangan disediakan untuk subjek tyertentu. Jadi, tersedia ruangan untuk menyimpan tanah liat berisi sejarah, mitologi, agama, dan sebagainya pada perpustakaan biara abad menengah koleksi buku sekuler dibagi menurut asas trivium (tata bahasa, logika, retorika) dan quadrium (aritmatika, geometrika, musik dan astronomi).

15. Kenyamanan Praktis Merupakan Faktor Utama yang Perlu Digunakan  Dalam Penyusun Subjek Diperpustakaan
     Pengerian kenyamanan fraktis artinya pengumpulan menurut subjek sehingga subjek yang berkaitan terkumpul menjadi satu susunan ataupun berurutan serta tidak tersebar diberbagai bidang. Misalnya buku tentang Teologi berdekatan dengan filsafat. Dengan cara demikian seorang pembaca yang ingin mengetahui buku tentang Teologi  serta subjek yang berkaitan tidak perlu menelusuri kesubjek lain, Misalnya kesubjek pertanian atau bahasa.
     Perpustakaan Ashurbanival dan Alexandria diketahui condong menggunakan pertimbangan kenyamanan fraktis. pada abad menengah dikenal pula klasifikasi buku berdasarkan pertimbangan fraktis, seperti ciptaan Kondarad Gesner (1516-1565) berjudul Pandectarum Sive Partitionum Universalum.
     Seperti telah dikemukakan sebelumnya, saat ini ada tiga bagan klasifikasi yang banyak digunakan di perpustakaan yaitu Dewey Decimal Classification (disingkat DDC), Univrsal Decimal Classifikation (disingkat UDC), Library Of Congress Classifikation. Ketiga klasifikasi tersebut merupakan klasifikasi buku, artinya klasifikasi untuk mengelompokkan buku menurut subjeknya. Jadi, bukan klasifikasi ilmu pengetahuan karena digunakan untuk mengelompokkan buku maka kenyamanan fraktis lebih ditonjolkan. Sebagai contoh Dalam Dewey subjek sejarah, biografi, dan geografi dijadikan satu dalam UDC. demikian subjek bahasa dan sastra dijadikan satu kelompok. Jadi, klasifikasi yang digunakan diperpustakaan lebih banyak menekankan unsur manfaat, bukannya pertimbangan logis berdasarkan klasifikasi ilmu pengetahuan. Sungguhpun demikian, ada juga klasifikasi buku berdasarkan filsafat ilmu pengetahuan, misalnya Calon Classification karangan Ranganathan dari india dan Bibliographic Classification karangan James D.Brown dari Inggris.

16. Perpustakaan Harus Memiliki Katalog Subjek
     Prinsip ini merupakan lanjutan logika dari prinsip ke-15 yang menyatakan bahwa perpustakaan sebagai gudang ilmu pengetahuan harus disusun menurut subjek. Prisip ini telah lama dikenal didunia perpustakaan. Misalnya, karya Callimachus berjudul penakes merupakan katalog (daftar buku milik sebuah perpustakaan disusun menerut sistem klasifikasi katalog yang dibuat perpustakaan biara pada abad pertengahan merupakan katalog subjek setiap bagian memiliki judul singkat naskah yang disimpan dalam perpustakaan penyusunan katalog menurut nama pengarang atau abjat judul baru ada sekitar tahun 1300 dengan munculnya katalog induk yang berjudul Tabulas Septe Costodiarum Super Bibliam. Katalog induk ini disusun menurut abjad pengarang kini hampir semua perpustakaan didunia yang mempunyai katalog yang disusun menurut nama pengarang, judul, dan subjek. Katalog induk juga sudah dibuat di Indonesia sekitar tahun 1850 oleh Bataviaasch Genootschap Van Kunsten En Wetenschap.
     Dari perkembangan sejarah serta prinsip kepustakawanan yang ditarik berdasarkan perjalanan panjang sejarah perpustakaan maka pembaca dapat keartian atau murad (sighnificance) perpustakaan adalah sebagai berikut:
  1. Perpustakaan merupakan bumbu utama masyarakat yang beradab
  2. Perpustakaan itu ada untuk memenuhi keperluan yang di akui masyarakat, kebutuhan ini akan menentukan bentuk, tujuan, fungsi, program, dan jasa perpustakaan
  3. Kondisi tertentu seperti, ekonomi, tekhnologi, ilmu pengetahuan, geografi, budaya, dan sosial akan mendorong pengembangan perpustakaan bila kondisi tersebut tidak ada perpustakaan akan mundur dan bahkan mungkin lenyab dari masyarakat.
Perpustakaan ideal, Sebuah Rumah Untuk Pengetahuan
     Seberapa sering kita bertanya pada diri kita sendiri berapa kali kita sudah mengunjungi perpustakaan pada bulan ini atau pada tahun ini? Jujur dalam hati kita akan tertawa geli saat kita hampir tak bisa mengingat kapan terakhir kali kita menginjakkan kaki ke dalam sebuah perpustakaan. Tetapi itu lebih baik, daripada kita tidak pernah memiliki selintaspun pemikiran terhadap sebuah perpustakaan. Tidak dapat dipungkiri, kecanggihan teknologi informasi memberikan kita sebuah kemudahan dalam mencari informasi yang kita butuhkan. Bila ada pertanyaan, maka tanya saja pada “Mbah Google yang tahu tentang apapun. Sehingga saat ini tidak perlu kesulitan bergelut dengan buku-buku yang ada pada rak-rak tua perpustakaan jika kita mengenal tentang internet dan siapa tidak tahu tentang internet? Kecuali hanya segelintir orang saja yang mengaku kesulitan dengan penggunaan perangkat elektronik yang terhubung dengan internet. Sangat disayangkan, tapi itu memang ada dan sebuah kenyataan.
Lalu, setelah kemudahan teknologi yang ada, dimana posisi perpustakaan saat ini? Tentu saja masih dalam posisinya sebagai salah satu sumber informasi bagi masyarakat walaupun sekarang posisinya tidak sepopuler beberapa tahun yang lalu. Bila bisa mendapatkan informasi dari internet, mengapa harus susah-susah pergi keperpustakaan yang belum tentu kita bisa mendapatkan apa yang kita cari. Tentu saja pemikiran ini tidak hanya dimiliki satu atau dua orang, kemudian lambat laun perpustakaan bergeser peringkatnya dari pemberi informasi utama menjadi hanya nomor dua. Mengapa bisa demikian? Mungkin penyebab penurunan minat penggunaan perpustakaan bisa dikarenakan tidak bisa bersaingnya perpustakaan dengan kecepatan informasi yang didapat dari internet. Orang akan lebih senang jika mereka lebih cepat mendapatkan apa yang mereka inginkan, lebih mudah dalam proses yang harus dilakukan dan kenyamanan yang akan mereka dapatkan. Perpustakaan dinilai tidak begitu dapat memenuhi hal-hal tersebut, sehingga orang-orang lebih menyukai duduk di rumah dengan nyaman untuk mendapatkan informasi yang mereka inginkan dengan cepat dan mudah menggunakan internet. Mereka terlalu malas pergi ke perpustakaan yang letaknya lebih jauh, seperti pusat kota karena perpustakaan besar yang dinilai lengkap koleksi bukunya biasanya ada di pusat kota. Malas dengan proses peminjaman yang berbelit-belit dikarenakan diharuskannya memiliki kartu anggota untuk dapat meminjam buku di perpustakaan. Terkadang mereka tidak dapat menemukan buku atau informasi yang mereka inginkan karena bukunya hilang, robek atau rusak yang menandakan kurangnya perhatian terhadap aset utama perpustakaan, yaitu buku. Atau mereka merasa bosan dengan suasana perpustakaan yang terkesan kuno dan ketinggalan jaman.
Kita harus khawatir dengan pemahaman yang salah tentang perpustakaan dimana akan membuat semakin lama masyarakat akan semakin meninggalkan perpustakaan. Padahal ada yang dapat kita ambil manfaatnya dari sebuah perpustakaan. Dalam perpustakaan inilah rumah ribuan buku yang menunggu dengan sabar tangan-tangan kita untuk meraih dan membuka lembaran-lembaranya. Nilai historis yang terkandung pada perpustakaan tidak hanya pada bangunannya yang sering menggunakan gedung-gedung tua tetapi juga karena koleksi-koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan itu sendiri. Perpustakaan juga tidak akan terganggu dengan virus-virus komputer yang hampir setiap hari bertambah ratusan jumlahnya. Membaca dengan buku akan terasa lebih nyaman dari pada membaca pada sebuah komputer yang paling canggih sekalipun. Entah mengapa buku seperti memiliki nyawa dimana akan terasa berbeda dengan membaca informasi dari internet. Kita seakan terhubung dengan penulisnya. Selain itu buku tetap menjadi suatu kebutuhan karena kita saat ini tidak dapat dilepaskan dari penggunaan buku sebagai pendukung dan sarana belajar kita. Untuk mengembalikan peringkat perpustakaan menjadi nomor satu dan primadona masyarakat dalam mencari informasi, maka perpustakaan juga harus bisa bersaing dengan internet dalam segi apapun, bentuk pelayanan ataupun fasilitas yang diberikan. Karenanya kita membutuhkan perpustakaan yang ideal untuk kita semua.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk ikut menyumbangkan pemikiran sehingga turut andil dalam usaha membangun perpustakaan sebagai bentuk kepedulian terhadap pengembangan perpustakaan di negeri ini.

II. Landasan Teori
A. Pengertian Perpustakaan

     Tentu saja terdapat arti yang melekat pada sebuah kata perpustakaan. Arti tersebut dapat seperti perpustakaan dalam arti tradisional dimana berarti sebuah koleksi buku dan majalah. Pengertian yang lain yaitu perpustakaan adalah sebuah ruangan, bagian gedung ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual. Walaupun perpustakaan ini dapat saja dimiliki oleh perorangan, maksudnya adalah buku-buku yang ada tersebut adalah koleksi pribadi, namun perpustakaan lebih umum dikenal sebagai sebuah koleksi besar buku yang dibiayai dan dioperasikan oleh sebuah kota atau institusi dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang rata-rata tidak mampu membeli sekian banyak buku atas biayanya sendiri.
Seiring dengan perkembangan jaman, dimana saat ini informasi tidak hanya ditulis dalam buku, maka muncullah pengertian perpustakaan modern. Pengertian ini muncul karena saat ini tidak sedikit perpustakaan juga menjadi tempat baik menyimpan atau mengakses banyak informasi dari microfilm, rekaman kaset, CD, DVD dan menyediakan fasilitas umum untuk mengakses gudang data, CD-ROM dan internet. Oleh karena itu perpustakaan modern telah didefinisikan sebagai tempat untuk mengakses informasi dalam format apa pun, apakah informasi itu disimpan dalam gedung perpustakaan tersebut atau tidak. Dalam perpustakaan modern ini selain kumpulan buku tercetak, sebagian buku dan koleksinya ada dalam perpustakaan digital (dalam bentuk data yang bisa diakses lewat jaringan komputer). Karenanya selain perpustakaan dapat diartikan sebagai tempat menyimpan koleksi besar buku, juga, diartikan sebagai tempat menyimpan dan mengakses informasi yang telah dikumpulkan sebelumnya sehingga dapat digunakan oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhannya.

B. Perpustakaan Ideal
Hal-hal yang harus dipenuhi oleh sebuah perpustakaan sehingga layak disebut sebagai perpustakaan ideal, yaitu:
  1. Sumber daya manusia yang mengelola perpustakaan haruslah manusia-manusia yang memiliki pendidikan dan keterampilan dalam pengelolaan dan pengembangan perpustakaan.
  2. Sistem manajemen perpustakaan yang digunakan merupakan sistem yang praktis dan efektif.
  3. Lengkapnya koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan.
  4.  Banyaknya dana pendukung pengembangan perpustakaan.
  5. Dimilikinya bagian humas yang bekerja secara maksimal sehingga mendukung pengembangan perpustakaan.
  6. Perpustakaan dapat memberikan pelayanan terbaik dan cepat dimana akan memuaskan pengguna dan mendatangkan pengguna lebih banyak lagi.
  7. Perpustakaan perlu lebih terbuka terhadap kemauan dan keinginan pengguna serta dapat memberikan pengetahuan mengenai pemanfaatan perpustakaan semaksimal mungkin.
  8. Penguasaan teknologi informasi sehingga menunjang pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan perpustakaan, khususnya untuk mewujudkan perpustakaan on-line.
  9. Adanya pustakawan penghubung yang bertugas sebagai pembimbing, pendidik, pemberi informasi dan penasehat terhadap sebuah informasi yang dibutuhkan oleh pengguna perpustakaan.

Jadi untuk membangun sebuah perpustakaan ideal, maka paling tidak sebuah perpustaan haruslah memenuhi hal-hal tersebut di atas. Dimulai dengan pengadaan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam bidang teknologi informasi dan pengelolaan perpustakaan. Kemudian bidang humas perpustakaan yang diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang perpustakaan dan mencari dana untuk menambah koleksi buku dan pengembangan perpustakaan. Hal yang selanjutnya adalah pengadaan pustakawan penghubung yang saat ini masih jarang dimiliki oleh perpustakaan dan penggunaan sistem manajemen yang lebih terbuka terhadap masukan dari masyarakat sehingga perpustakaan mampu memberikan layanan yang terbaik bagi pengguna perpustakaan.

III. Keterangan  :

Ideal merupakan kata yang akan memiliki banyak arti dikarenakan ini sangat berhubungan dengan pandangan pribadi seseorang. Akan sangat sulit untuk mengatakan bahwa sesuatu itu sudah ideal atau belum. Mungkin ideal bagi pemahaman satu orang akan sangat berbeda dengan pemahaman orang lain. Begitu juga halnya dengan sebuah perpustakaan ideal. Perpustakaan ideal akan memiliki pengertian bahwa perpustakaan itu mendekati atau hampir memenuhi keinginan semua orang dan harapan orang-orang terhadap sebuah perpustakaan. Walaupun pada akhirnya ideal ini tidak akan dapat tercapai dikarenakan sifat manusia yang tidak pernah merasa puas. Selalu saja ada hal-hal yang harus diperbaiki atau diperbaharui setiap hari bahkan setiap detiknya. Karenanya apa yang akan dituliskan di sini merupakan sebagian kecil hal-hal yang dapat diperbaiki untuk mencapai sebuah perpustakaan yang hampir ideal. Beberapa diantaranya yaitu sebagai berikut.

A.      Perpustakaan haruslah memiliki tempat yang sesuai.
Kita sering melihat perpustakaan menggunakan gedung-gedung tua yang besar yang diharapkan akan mampu menampung buku dengan jumlah yang banyak. Tetapi saat ini, pemikiran tersebut harus dipertimbangkan karena biasanya gedung tua akan lebih lembab sehingga dapat merusak buku. Merenovasi tanpa mengubah bentuk bangunan dapat menjadi solusi mempertahankan perpustakaan yang menggunakan gedung tua. Pertimbangan lain dalam pemilihan tempat atau dalam membangun perpustakaan adalah faktor kenyamanan. Orang akan sangat senang berlama-lama ditempat yang dirasa mereka sangat nyaman.

Administrasi ini dapat dilakukan terhadap buku, pegawai perpustakaan dan pengunjung. Dengan administrasi yang baik, maka diharapkan pengelolaan dan pengembangan perpustakaan menjadi lebih mudah. Hal ini dapat digunakan untuk mengetahui apa saja yang dibutuhkan setiap halnya guna pengembangan perpustakaan yang lebih baik. Selain itu akan mempermudah mencari buku lama, mengetahui kebutuhan buku baru, kebutuhan pengembangan SDM pegawai dan mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan pengunjung. Seperti seberapa besar peningkatan atau penurunan pengunjung perpustakaan sehingga dapat mengambil langkah-langkah yang tepat dalam mengelola dan mengembangkan perpustakaan.

C.      Sumber dana perpustakaan.
Dana untuk perpustakaan menjadi hal yang penting guna pengembangan perpustakaan. Saat ini semua hal selalu dikaitkan dengan uang. Karenanya perpustakaan tidak dapat hanya bergantung pada sumbangan-sumbangan buku untuk menambah koleksinya. Uang juga dibutuhkan perpustakaan untuk memperbaiki dan meningkatkan fasilitas fisik perpustakaan. Harus ada yang dilakukan agar perpustakaan selalu mendapatkan aliran dana yang tidak pernah berhenti. Menarik hati agar donatur mau selalu mendukung pengembangan perpustakaan bukanlah hal yang mudah. Mengandalkan anggaran pemerintahpun sepertinya tidak bijaksana mengingat saat ini pemerintah sedang berkonsentrasi utnuk menaikkan anggaran untuk pemberian sekolah gratis. Hal yang dapat dilakukan perpustakaan mungkin dengan memanfaatkan ruang-ruang kosong yang miliki perpustakaan tanpa harus menggusur ruang-ruang baca atau tempat-tempat buku. Mungkin perpustakaan dapat membuka warung internet atau foodcourt. Selain sebagai bentuk fasilitas perpustakaan, juga menghasilkan pemasukan untuk perpustakaan.

D.      Jaringan sosial dan informasi antar perpustakaan dan perpustakaan keliling.
Perpustakaan dalam bersaing dengan internet tidak boleh kemudian mengalah begitu saja. Tetapi perpustakaan harus bisa memanfaatkan adanya internet untuk menunjang pengembangan perpustakaan. Perpustakaan harus mampu menjalin hubungan dengan perpustakaan-perpustakaan lain baik dalam negeri maupun luar negeri. Pemanfaatan internet dalam membangun komunikasi yang baik antar perpustakaan akan memberikan dampak positif seperti lebih murah dan dapat lebih intensif dalam berkomunikasi. Jaringan sosial yang telah terbentuk antar perpustakaan baik dalam negeri maupun luar negeri akan mempermudah pelaksanaan perpustakaan on-line yang sangat bermanfaat bagi masyarakat. Walaupun perpustakaan tidak dapat dilepaskan dengan bentuk fisiknya yaitu gedung perpustakaan, tetapi perpustakaan on-line ini juga akan menarik minat masyarakat terhadap perpustakaan sehingga akan muncul kepedulian terhadap perpustakaan.
Kemudian dalam melebarkan sayap perpustakaan yang harus menyentuh segala kalangan, maka perpustakaan keliling layak untuk dipertahankan. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh perpustakaan keliling ini jika pihak perpustakaan dapat mengelolanya dengan baik selain hanya meminjamkan buku ke masyarakat pedesaan dan sekolah-sekolah. Mengemban misi penggalangan amal bulan buku, program gemar membaca atau sosialisasi program-program perpustakan yang lain agar masyarakat ikut mendukung pengembangan perpustakaan. Dengan pengenalan lebih baik tentang perpustakaan, maka akan mengubah pandangan masyarakat dimana ternyata perpustakaan ini banayk sekali manfaatnya dan bukan sesuatu yang ketinggalan jaman jika kita pergi mengunjungi perpustakaan.

Hal yang tak kalah penting lainnya adalah perawatan aset-aset perpustakaan yang tidak hanya berupa buku. Ada anggapan bahwa membeli lebih mudah dari merawat, tetapi jika merawat dengan benar maka kerusakan tidak akan terjadi dan tidak perlu membeli yang baru. Begitu juga dengan aset perpusatakaan. Banyak sekali aset yang dimiliki perpustakaan yang saling berhubungan. Misalnya jika tembok lembab maka buku-buku akan cepat rusak, atau untuk buku-buku tua yang harus dirawat khusus dengan ditempatkan pada ruang-ruang tertentu. Jaringan komputer yang menyinpan data-data perpustakaan juga harus selalu diperhatikan. Pengamanan gedung dari bencana seperti banjir atau kebakaran juga harus diantisipasi. Pencegahan dan persiapan penanggulangan bencana lebih baik dipersiapkan daripada kita harus kehilangan aset berharga perpustakaan.
Beberapa hal di atas hanya sedikit dari sesuatu yang mengantarkan perpustakaan pada bentuk idealnya. Pemenuhan kemampuan penguasaan teknologi informasi dan komunikasi merupakan suatu hal yang mutlak. Ini dikarenakan perpustakaan harus selalu mengikuti perkembangan jaman. Perpustakaan tidak bolah lambat dalam meng-up date teknologi karena dalam sisi positif teknologi banyak memiliki manfaat. Kemudian sosialisasi tentang perpustakaan tidak bolah terlupakan. Saat ini dalam masyarakat yang kritis dan modern berbagai kegiatan perpustakaan haruslah disosialisasikan kepada masyarakat. Berbagai program pengembangan perpustakaan akan berhasil dilaksanakan dengan baik jika bentuk sosialisasi yang dilakukan tepat pada sasaran dan tepat pada waktunya. Perpustakaan juga harus menjadi tempat yang nyaman bagi siapa saja. Seperti rumah kita sendiri, perpustakaan merupakan rumah bagi pengetahuan dan menjadi rumah bagi para pencari ilmu yang haus pengetahuan. Perpustakaan yang menjadi layanan publik harus ramah dan tidak membeda-bedakan penggunanya. Simbiosis yang baik akan saling mendukung dan menguntungkan semua pihak.